Connect with us

Pendapat Redaksi

Dua Bencana Hantam Ekonomi Soppeng

Di awal tahun 2025, dua bencana dari arah yang berbeda menghantam perekonomian Kabupaten Soppeng. Kedua bencana ini bakal mengadang perkembangan ekonomi Bumi La Temmamala di tahun 2025 ini.

Pertumbuhan ekonomi yang tahun lalu berada di kisaran 3,3 persen, dimungkinkan bakal makin terpuruk dengan dua bencana ini.

Pertama, bencana banjir dan tanah longsor menggoyang pemicu utama pertumbuhan ekonomi Soppeng yaitu sektor pertanian. Ratusan hektare persawahan produktif terendam banjir dalam dua kali hantaman air bah.

Ribuan keluarga petani harus memasrahkan kondisi itu karena tak bisa berbuat apa-apa dengan datangnya bencana. Ekonomi keluarga petani harus beradaptasi dengan mengetatkan pengeluaran mereka. Jika perlu, mengurangi jadwal makan keluarga dari tiga kali menjadi dua kali sehari.

Konsumsi keluarga petani yang dihemat menimbulkan efek panjang karena hal itu membuat transaksi jual beli bahan pokok di pasar-pasar tradisional di seantero Soppeng, ikut melemah. Pembeli berkurang, penjual sembako kekurangan pembeli dan kemudian ikut memengaruhi pendapatan keluarga mereka.

Bencana kedua adalah kebijakan pemangkasan anggaran oleh pemerintah pusat dalam APBD Soppeng 2025. Pemangkasan yang mencapai 72 miliar rupiah lebih itu secara langsung akan membuat pertumbuhan ekonomi Soppeng terjun bebas.

Alasannya, sektor yang paling banyak dipangkas adalah konstruksi dan belanja makan minum Pemda Soppeng. Pemerintah pusat memangkas 42 miliar rupiah anggaran konstruksi berupa pembangunan jalan ditambah 3 miliar rupiah lebih untuk irigasi.

Padahal, pemangkasan di sektor konstruksi ini sejatinya tak melemahkan ekonomi para kontraktor yang selama ini masih punya cadangan dana keluarga. Justru yang paling menderita adalah para buruh bangunan, sopir mobil bahan bangunan, pengusaha kecil bidang tambang galian C, dan penjual bahan bangunan. Ketiadaan pekerjaan membuat buruh bangunan dan pekerja lain di bidang konstruksi mengalami nasib yang hampir sama dengan para petani. Perut-perut anggota keluarga mereka harus dibiasakan lapar karena minimnya pekerjaan. Multiflier Effect yang bisanya dihitung positif kini harus dihitung negatif oleh karena pemangkasan anggaran ini.

Kondisi sama pada kebijakan penghematan pada belanja makan minum Pemda. Bukan hanya pengusaha katering yang bakal menderita, tetapi individu lain yang mengekor di belakangnya juga akan terdampak. Seperti, pedagang sayur mayur, toko kelontong, karyawan hotel dan pengusaha kue-kue tradisional.

Solusi kongkrit harus segera ditemukan untuk mengatasinya. Sebab, daerah kini harus menolong dirinya sendiri tanpa harus berharap banyak dengan solusi dari Jakarta. Semua sektor yang dipangkas harus ditumbuhkan kembali dengan cara daerah sendiri. Seperti tetap mengadakan belanja infrastruktur dengan menggunakan dana internal dari PAD atau mencoba skema utang baru dari dana PEN. Kebijakan sama juga mesti diterapkan dengan belanja makan minum. Solusi perlu segera ditemukan agar ekonomi Soppeng bisa terus bergeliat dan tak terjun bebas. (**)

Continue Reading

Trending